Notification

×

Iklan

.

Iklan

.

Advetorial

Berdiri Sejak Masa Kolonial, Ini Sejarah Desa Belangwetan

| Maret 25, 2024 WIB

Balai Desa Belangwetan, Klaten Utara (Foto : website Desa Belangwetan)

Kabardesa.co.id, Klaten - Desa Belangwetan, Kecamatan Klaten Utara, Klaten, menjadi salah satu wilayah favorit pengembang properti selama beberapa dekade terakhir.


Lokasinya yang strategis yakni berada ditepi jalan raya Solo-Jogja hingga dekat dengan pusat kota membuat wilayah desa tersebut menjadikan wilayah tersebut menarik untuk kawasan permukiman.


Namun, kondisi desa yang kini ramai jauh berbeda dibandingkan saat awal desa itu berdiri.


Nama desa menggambarkan kondisi ketika kali pertama desa itu mulai memiliki pemerintahan.


Berdasarkan informasi sejarah desa yang tertulis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) Belangwetan 2019-2025, Desa Belangwetan diperkirakan berdiri sekitar 1892 Masehi, di masa kolonial Belanda.


Secara administrasi saat itu, kawasan Klaten masuk dalam wilayah Kasunanan Surakarta Hadiningrat di bawah raja Paku Buwono (PB) XI yang memerintah pada 1861-1893.


Untuk melancarkan tugas pemerintahan, dibentuk pemerintahan desa. PB XI kemudian mengangkat seorang lurah bernama Marto Suharjo untuk memimpin wilayah yang kini bernama Belangwetan.


Awalnya, nama desa itu Belang-belang karena belum banyak penduduk di desa tersebut dan penduduk yang ada tinggal di daerah berjauhan atau berpencar. Wilayah desa itu masih didominasi hutan dan padang ilalang.


Karena warga yang menghuni secara bergerombol hanya di bagian timur, desa itu berubah namanya menjadi Belangwetan hingga kini. Seiring perkembangan zaman, kawasan hutan dibuka dan menjadi area pertanian.


Lambat laun, jumlah penuduk bertambah oleh kaum pendatang untuk bertani. Saat masa kolonial Belanda, petani kala itu harus menanam tembakau dan rosela yang hasilnya dibeli oleh Belanda.


Penyebaran Agama


Kepala Seksi (Kasi) Pemerintahan Desa Belangwetan, Slamet Mulyana mengatakan saat ini Belangwetan dihuni sekitar 8.455 jiwa yang tinggal di 54 wilayah rukun tetangga (RT). Penduduk Belangwetan terdiri atas beragam suku hingga agama.


"Luas wilayah desa itu sekitar 170,6 hektare (ha) dengan sekitar 120 ha merupakan permukiman atau perumahan. Hampir 50 persen penduduk di desa ini merupakan para pendatang,” ujarnya.


Selain sejarah nama desa, Slamet menjelaskan desa tersebut juga memiliki sejarah panjang tentang persebaran agama Islam. Dalam dokumen RPJM Desa, PB XI kala itu tak hanya mengangkat kepala desa yang kali pertama menjabat di wilayah tersebut.


Ulama Keraton Kasunanan Surakarta juga diminta menuju ke sisi barat Desa Belangwetan untuk mengembangkan agama Islam. Ulama itu bernama Syarifuddin.


Awalnya, ulama itu mendirikan surau untuk tempat ibadah dan mengembangkan agama serta menanam dua pohon jambu. Dalam perkembangannya keberadaan surau tersebut mengundang banyak santri untuk datang belajar agama.


Wilayah tersebut kini dikenal dengan nama Pesantren, yang sekarang lebih dikenal dengan Dukuh Gading Santren di wilayah Desa Belangwetan. Masjid peninggalan ulama tersebut hingga kini masih ada namun sudah mengalami beberapa kali pemugaran. Masjid itu kini bernama Syarifuddin.


Muhammad Sadeli, salah satu warga desa Gading Santren menyebut wilayah itu dulunya belum ada penduduk dan masih berbentuk hutan belantara.


“Dulu wilayah sini masih berupa hutan belantara. Belum ada penduduk,” ungkapnya.


Sadeli juga mengatakan, toko ulama bernama Syarifuddin itu merupakan seorang putra raja yang memilih meninggalkan kerajaan untuk menyebarkan ilmu agama dan kemudian menjadi tokoh ulama yang terkenal dengan kesalehannya.


(Ay)

×
Berita Terbaru Update