Notification

×

Iklan

.

Iklan

.

Advetorial

 


Korupsi Dana Desa Meningkat, Ada Yang Dipakai Untuk Karaoke

| Mei 03, 2024 WIB

 

Ilustrasi Kepala Desa korupsi dana desa


Kabardesa.co.id – Sejak 2015 hingga 2024, pemerintah telah menggelontorkan dana desa sebanyak Rp 609,68 triliun. Tahun ini pemerintah bakal memberikan dana desa Rp 71 triliun untuk 75.259 desa. Setiap desa akan mendapatkan sekitar Rp 943,34 juta. Namun, sayangnya , alokasi dana desa tak selamanya dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya.


Merujuk data Indonesia Corruption Watch (ICW), sejak pemerintah menggelontorkan dana desa pada 2015, tren kasus korupsi di pemerintahan desa meningkat. Pada 2016, ada 17 kasus korupsi di desa dengan 22 tersangka. Enam tahun kemudian, jumlahnya melonjak menjadi 155 kasus dengan 252 tersangka.


Direktur Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Jaka Sucipta mengungkapkan bahwa ada beberapa ekses negatif pada dana desa.


”Salah satu ekses negatifnya adalah korupsi. Itu kalau dulu terpusat, dengan era desentralisasi, (korupsi) sampai ke kabupaten/kota, sekarang sampai ke desa. Ini ekses negatif yang menjadi keprihatinan kita semua,” ujarnya pada diskusi media di Jogjakarta (3/5).


Jaka menegaskan, betapa buruknya ekses negatif dana desa bahkan ada yang dipakai untuk karaoke.


”Ada yang dana desanya dipakai untuk karaoke, dipakai macam-macam lah,” ungkapnya.


Jaka juga mencontohkan beberapa perilaku yang sudah bergeser sebagai akibat ekses negatif dana desa. Dulu warga desa bisa secara sukarela gotong royong membangun desa. Namun, ketika ada suntikan dana desa, kini hanya sebagian warga yang berminat melakukan gotong royong.


”Dengan adanya dana desa, kemudian jadi transaksional. Memang kami sedang mengkaji dampak dana desa terhadap yang sifatnya tangible asset gitu. Nilai-nilai seperti gotong royong dan sebagainya itu,” jelas dia.


Jaka juga mengungkapkan bahwa Kemenkeu telah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi ekses negatif tersebut. Begitu didapati adanya temuan penyalahgunaan dana desa, penyalurannya langsung di stop sampai pelaksana tugas (Plt) atau pejabat penggantinya ditunjuk.


Meski begitu, Jaka mengatakan bahwa Kemenkeu tidak memiliki kewenangan melakukan penindakan atas perilaku menyimpang tersebut. Kewenangan yang dimiliki Kemenkeu terbatas pada penghentian pemberian dana desa hingga pencabutan insentif. Tindak pidana sepenuhnya menjadi kuasa aparat penegak hukum.


”Di kami (DJPK Kemenkeu), setiap ada penyalahgunaan dana desa, itu kami hentikan (penyalurannya). Jadi, kalau ada Kades atau perangkat desanya kena kasus, kami hentikan sampai ditunjuk Plt-nya. Ini yang bisa kami lakukan. Sebab, kami hanya terkait dengan pengalokasian dan penyaluran,’’ pungkasnya.

(Redaksi)

×
Berita Terbaru Update