Notification

×

Iklan

Iklan

Fenomena “Janda Desa” dan “Janda Kota”: Sekadar Perbedaan Lingkungan, Bukan Individu

Minggu, 07 Desember 2025 | 21:22 WIB |

Perbedaan Persepsi Janda Desa dan Janda Kota, Fenomena Sosial yang Kerap Jadi Sorotan.(Yul/Kabardesa.co.id)


PROBOLINGGO, Kabardesa.co.id
– Istilah “janda desa” dan “janda kota” sering muncul dalam percakapan masyarakat maupun media sosial. Meski terdengar sederhana, istilah ini kerap memunculkan salah pemahaman karena digambarkan berbeda berdasarkan lingkungan dan budaya tempat tinggal.


Pengamat di lapangan , Suhri, menjelaskan bahwa perbedaan tersebut sebenarnya bukan terletak pada individu, tetapi pada lingkungan sosial, gaya hidup, serta pola interaksi masyarakat.


“Di pedesaan, hubungan antarmasyarakat lebih dekat dan saling mengenal. Karena ruang sosialnya lebih kecil, seorang perempuan yang berstatus janda cenderung lebih menjadi perhatian warga,” ujar Suhri.


Sebaliknya, di perkotaan interaksi masyarakat lebih individualis. Status pribadi seseorang biasanya tidak terlalu menjadi sorotan.


Dari sisi pekerjaan, janda desa umumnya berkegiatan di sektor pertanian, UMKM rumahan, atau kegiatan komunitas. Sementara janda kota lebih banyak bekerja di sektor jasa, industri, atau profesi lainnya.


“Perbedaan ini semata-mata dipengaruhi oleh ketersediaan lapangan kerja sesuai karakter wilayah. Tidak ada yang lebih baik atau buruk,” tambahnya.


Akses terhadap teknologi, pendidikan, dan layanan publik juga menjadi pembeda. Warga kota memiliki akses yang lebih luas sehingga janda kota sering dianggap lebih mandiri secara ekonomi maupun informasi. Sementara itu, janda desa identik dengan kedekatan pada tradisi, komunitas, dan gotong royong.


“Budaya di desa membuat status janda sering mendapat sorotan lebih besar. Di kota, stigma semacam itu mulai berkurang seiring perkembangan cara berpikir masyarakat,” jelas Suhri.


Suhri menegaskan bahwa istilah “janda desa” atau “janda kota” tidak seharusnya menimbulkan stereotip negatif. Kedua istilah itu hanya mengacu pada konteks sosial, bukan karakter seseorang.


“Yang penting adalah menghargai perempuan tanpa memandang status atau tempat tinggalnya,” tutup Suhri


(Opini/Yul)

×
Berita Terbaru Update