
Situasi jalan Sukarno Sukarno Hatta banyak tumpukan material.(Yul/Kabardesa.co.id)
PROBOLINGGO, Kabardesa.co.id– Proyek pembangunan dan preservasi jalan serta drainase di Kota Probolinggo, yang menjadi bagian dari upaya peningkatan infrastruktur dan penanganan banjir, mendapat apresiasi dari masyarakat. Namun di lapangan, pelaksanaannya menuai sorotan tajam akibat lemahnya standar keselamatan bagi pengguna jalan, baik pengendara maupun pejalan kaki.
Salah satu proyek strategis tersebut adalah Preservasi Jalan Soekarno Hatta – Panglima Sudirman, dengan nilai anggaran mencapai puluhan miliar rupiah. Proyek ini ditargetkan selesai pada akhir Desember 2025 dan diharapkan mampu menghasilkan jalan yang lebih mulus serta sistem drainase yang efektif dalam mengurangi genangan air.
Anwar, salah seorang warga sekaligus pengguna jalan yang melintas di area proyek, mengapresiasi tujuan dari pembangunan ini.
“Proyek ini sangat baik untuk Kota Probolinggo. Kami berharap masalah banjir bisa teratasi dan jalannya semakin nyaman,” ujarnya.
Namun, ia menilai kenyamanan warga justru terganggu oleh minimnya perhatian kontraktor terhadap keselamatan publik. Tumpukan material seperti pasir, batu, serta bongkaran proyek kerap diletakkan sembarangan di tepi jalan tanpa pengamanan memadai.
“Seharusnya pemilik proyek juga memikirkan kenyamanan dan keselamatan kami sebagai pengguna jalan,” tegasnya.
Keluhan serupa juga disampaikan warga lain Gianto yang menyoroti absennya rambu-rambu peringatan dan lampu penerangan di sekitar tumpukan material, terutama pada malam hari.
“Minimal harus ada lampu atau penerangan agar mudah terlihat. Selain itu perlu ada rambu lalu lintas di sekitar tumpukan material. Selama ini saya lihat tidak ada. Ini ada apa?” ujarnya
Kondisi gelap tanpa penanda membuat lokasi proyek berubah menjadi area rawan kecelakaan, terutama bagi pengendara sepeda motor dan pejalan kaki.
Menanggapi kondisi tersebut, Kepala Bidang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) Dishub Kota Probolinggo, Dahroji, mengungkapkan bahwa banyak pelaksanaan di lapangan tidak sesuai standar Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMKK).
“Mulai dari Jalan Soekarno Hatta hingga Panglima Sudirman banyak yang tidak dilengkapi manajemen keselamatan kerja, terutama pada pengaturan rekayasa lalu lintas. Banyak jalur ditutup atau dibuat dua arah (contra flow) tanpa pengamanan yang benar,” jelasnya.
Ia juga menyoroti penggunaan barrier milik Dishub yang diambil dan dipasang oleh pihak proyek tanpa izin.
“Mereka mengatur lalu lintas menggunakan barrier milik kami tanpa izin. Mau kami ambil, khawatir membahayakan pengguna jalan. Tapi kalau dibiarkan, ya tetap salah karena tidak sesuai prosedur,” tambahnya.
Tak hanya itu, sejumlah perlengkapan jalan juga terdampak proyek, termasuk rambu lalu lintas, marka jalan, lampu PJU, hingga halte.
“Banyak rambu yang dicabut atau rusak karena pelepasannya menggunakan alat berat. Kerusakannya mencapai lebih dari 80 persen. Kami masih koordinasi agar bisa diganti,” jelasnya.
Beberapa titik PJU juga dilaporkan rusak atau dicabut, meski perbaikan dilakukan oleh bidang terkait.
Untuk halte, satu unit di depan SMA 1 sudah dipindah ke Jalan Semeru, sementara halte lain di depan Pemkot masih menunggu proses pembongkaran dan relokasi.
Terkait marka jalan, Dahroji menyebut hanya marka tengah yang diganti.
“Untuk zebra cross, marka panah, dan lajur sepeda tidak terganti,” ujarnya.
(Yu)